Perguruan Tinggi

Unila Umumkan Hasil Investigasi Kasus Diksar Mahapel, Tegaskan Komitmen Nol Toleransi Terhadap Kekerasan

×

Unila Umumkan Hasil Investigasi Kasus Diksar Mahapel, Tegaskan Komitmen Nol Toleransi Terhadap Kekerasan

Sebarkan artikel ini

MATAMATA.ID – Universitas Lampung (Unila) secara resmi mengumumkan hasil investigasi independen atas insiden kekerasan dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mahapel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), yang menyebabkan wafatnya mahasiswa Ananda Pratama Wijaya Kusuma.

Dalam konferensi pers yang digelar di lantai 2 Gedung Rektorat Unila, pada Rabu 18 Juni 2025. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Dr. Sunyono, M.Si., menyampaikan bahwa hasil investigasi menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap hak asasi mahasiswa serta kebijakan internal kampus.

“Atas nama Rektor Universitas Lampung, kami hadir untuk menyampaikan hasil investigasi independen yang telah dilakukan secara mendalam, objektif, dan akuntabel,” ujar Prof. Sunyono.

Temuan Kunci Investigasi

Tim investigasi independen menemukan sejumlah pelanggaran serius, di antaranya:

1. Tindakan Kekerasan Fisik dan Psikis
Termasuk praktik mencelupkan kepala peserta ke lumpur, pemukulan, pemaksaan aktivitas ekstrem dalam kondisi berbahaya, serta penghinaan verbal.

2. Keterlibatan Alumni dan Senior
Sejumlah alumni dan senior teridentifikasi sebagai pelaku kekerasan langsung, maupun sebagai pihak yang membiarkan kekerasan terjadi.

3. Kelalaian Struktural di Tingkat Fakultas
Lemahnya pengawasan oleh Wakil Dekan III, serta pembiaran dari dosen pembina atau pembimbing lapangan terhadap kegiatan di luar kampus.

4. Sikap Tidak Kooperatif Organisasi Mahapel
Organisasi menolak memberikan data, menghindari proses klarifikasi, serta tidak membuka akses terhadap dokumen kegiatan yang relevan.

Pelanggaran Regulasi

Temuan tersebut melanggar sejumlah peraturan:
Peraturan Rektor Unila No. 25 Tahun 2020 tentang Hak dan Kewajiban Mahasiswa.
Peraturan Rektor Unila No. 11 Tahun 2023 tentang Organisasi Kemahasiswaan.
Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT).

Sebagai langkah korektif, tim investigasi merekomendasikan:

1. Sanksi bagi Pelaku Kekerasan
Penjatuhan sanksi etik dan/atau hukum, termasuk pelaporan pidana jika ditemukan unsur penganiayaan. Alumni yang terlibat akan dilarang terlibat dalam aktivitas kemahasiswaan.

2. Pembekuan Organisasi Mahapel
Pemberlakuan moratorium aktivitas serta reformasi struktural dan ideologi yang diawasi tim independen. Gagalnya reformasi akan berujung pada pembubaran permanen.

3. Pernyataan Anti-Kekerasan oleh Seluruh Ormawa dan UKM
Semua organisasi mahasiswa wajib menandatangani komitmen tertulis bebas kekerasan serta melibatkan dosen pembimbing dalam setiap tahapan kegiatan.

4. Evaluasi Menyeluruh di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Diperlukan reformasi tata kelola kemahasiswaan dengan fokus pada fungsi pembinaan dan pengawasan.

Langkah Tindak Lanjut

Unila akan:
1. Menyerahkan laporan investigasi ke Kementerian, Kepolisian, dan publik sebagai bentuk transparansi.

2. Mendorong proses hukum yang adil bagi korban dan pelaku.

3. Mengawal pemulihan kelembagaan dan memperbaiki sistem pembinaan kemahasiswaan.

Selain itu, dalam sesi tanya jawab usai konferensi pers pengumuman hasil investigasi independen kasus kekerasan dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mahapel),Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung (Unila), mengakui adanya kelemahan struktural dan kegagalan pengawasan yang berujung pada wafatnya mahasiswa Ananda Pratama Wijaya Kusuma.

Menanggapi pertanyaan awak media terkait apakah peristiwa ini menunjukkan bahwa Universitas Lampung “kebobolan”, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Dr. Sunyono, M.Si., menyatakan bahwa ke depan, evaluasi total akan dilakukan terhadap sistem tata kelola, baik di tingkat universitas maupun fakultas.

“Memang struktur tata kelola kegiatan kemahasiswaan antara universitas dan fakultas memiliki porsi kewenangan masing-masing. Selama ini, banyak kegiatan yang dikelola dan diizinkan di tingkat fakultas tanpa laporan ke universitas. Maka ke depan, kami akan memperketat SOP, terutama untuk kegiatan di luar kampus,” ujar Prof. Sunyono.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Novita Teresiana, selaku ketua tim investigasi mengungkap bahwa, ada tiga unsur yang teridentifikasi lalai dalam insiden ini: pelaku individu (senior dan alumni), organisasi Mahapel, dan institusi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

“Kami merekomendasikan pembentukan tim etik di tingkat universitas untuk menindaklanjuti kelalaian yang ditemukan. Tim ini akan menilai dan menjatuhkan sanksi sesuai aturan, mulai dari ringan, sedang, hingga berat,” jelas Prof. Novita.

Pihak fakultas yang terkait, termasuk para pembimbing lapangan, juga tidak lepas dari evaluasi. Namun, penjatuhan sanksi menunggu hasil validasi tim etik.

Ketika ditanya mengenai jumlah pelaku kekerasan, tim investigasi menjelaskan bahwa terdapat kendala dalam proses identifikasi, terutama terhadap alumni yang terlibat.

“Korban menyebut sekitar 20 nama dengan inisial lapangan, yang seringkali berbeda dengan nama asli. Sementara data dari kepolisian menyebut angka 36 nama. Kami tidak memiliki kewenangan memanggil alumni seperti kepolisian,” terang Prof. Novita.

Lebih lanjut, Prof. Novita memaparkan kejanggalan dalam pelaksanaan kegiatan Diksar, dimulai dari ketidaksesuaian antara rencana kegiatan (rondon) dengan pelaksanaan di lapangan. Salah satu fase krusial adalah keberangkatan dari kampus menuju lokasi pelatihan.

“Almarhum sudah menunjukkan tanda-tanda kelelahan saat perjalanan lima jam menuju lokasi. Namun, panitia tidak memberi opsi untuk keluar dari kegiatan, yang menurut kami sudah merupakan bentuk kekerasan psikis,” katanya.

Pada fase kegiatan lapangan, ditemukan praktik yang mengarah pada kekerasan, seperti push-up berulang hingga jurit malam yang melelahkan. Fase kepulangan pun dinilai tidak memenuhi standar keselamatan karena tidak ada pemeriksaan kesehatan atau tindak lanjut setelah kegiatan berakhir.

“Kegiatan dibubarkan begitu saja. Tidak ada tindak medis, dan bahkan laporan awal yang masuk ke fakultas bukan soal almarhum, tapi peserta lain. Ini menunjukkan lemahnya sistem tanggap darurat dan pelaporan,” imbuhnya.

Terakhir pihak Universitas menegaskan kembali tidak akan mentolerir kekerasan dalam bentuk apa pun.

“Universitas Lampung tidak akan mentolerir kekerasan dalam bentuk apapun. Kami berdiri bersama keluarga korban dan seluruh civitas akademika dalam menegakkan keadilan dan reformasi nyata,” Tutup Prof. Sunyono. (YOGA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *