DOK PROGRESIFNEWS.COM
MATAMATA.ID – Prihatin. Lagi-lagi, media online yang menjadi salah satu sarana publikasi disalahgunakan oknum salah satu media online di Lampung, yakni dengan menyebarkan informasi yang belum diuji kebenaranya.
Padahal, berdasar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 3 bertuliskan ‘Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.’
Namun, KEJ itu diduga dikangkangi oleh oknum media online yang bermarkas di Kota Bandar Lampung itu. Sebab, berita yang dimuat pada 12 Januari 2024, berjudul ‘Anggaran Disdikbud Lampung Rp496 Miliar Diduga Jadi Lahan Bancakan,’ belum diuji kebenaranya.
Tak sampai di sana saja, berita tersebut juga diduga mengandung unsur atau informasi yang tidak benar. Lagi-lagi, padahal pada Pasal 4 dalam KEJ bertuliskan ‘Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.’
Sangat disayangkan atas tayangnya pemberitaan tersebut. Sebab, pemberitaan tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, KEJ, dan turunan aturan lainnya.
Lebih prihatin lagi, oknum media diduga menuduh aparat penegak hukum (APH) seperti Kejaksaan Tinggi Lampung, Kepolisian Daerah Lampung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disebutkan dalam media tersebut di bawah pengaruh upeti.
Padahal, keberadaan hukum dibuat, tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar tercipta ketertiban, ketenangan, kedamaian dan kesejahteraan dalam masyarakat. Bukan untuk dituduh-tuduh.
Oknum media ini sungguh tidak bermoral. Faktanya, narasi pemberitaan yang dibangun sangat tidak sesuai UU No 40/1999 dan KEJ. Bermodal data dari memelototi website pengadaan, oknum tersebut membangun narasi dengan opininya.
Lucunya lagi, narasinya yang dibangun sangat tidak relevan. Pada judul diduga Disdikbud memainkan anggaran senilai Rp496 miliar, namun dalam tubuh berita hanya diperincikan Rp2,8 miliar. Sangat jelas, diduga itu merupakan berita hoaks.
Bila itu dilakukan oknum media, pada KEJ Pasal 10 disebutkan ‘Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.’
Berdasar hasil membaca oleh media ini terhadap pemberitaan yang tayang pada media online dimaksud pada 13 Januari 2024, narasi dibangun tidak menyebutkan asal data-data informasi itu didapat, termasuk tidak tidak ada nara sumber yang menjelaskan.
Termasuk sejumlah gambar yang ditayangkan pada media tersebut, diduga hasil karangan belaka dan tanpa keterangan, karena tidak menjelaskan apa (what), siapa (who), mengapa (why), kapan (when), di mana (where), dan bagaimana (how). (TIM HQ)